Beranda » Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Untuk Perluasan Kampus Polinema, Dua Orang Resmi Jadi Tersangka

Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah Untuk Perluasan Kampus Polinema, Dua Orang Resmi Jadi Tersangka

by Ardi Sitorus
36 views
A+A-
Reset

Wartawan Media Cetak & Online TEROPONG dan Panggung Modus Operandi saat dilokasi pekerjaan Pembangunan Gedung Kuliah (23/4/2020)

Surabaya, Teropong – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) tahun 2019 – 2020. Kedua tersangka adalah AS, mantan Direktur Polinema periode 2017 – 2021, dan HS, pemilik lahan yang dijual ke institusi tersebut.

Kasus ini bermula dari pengadaan lahan seluas 7.104 m² di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, yang diduga dilakukan tanpa melibatkan panitia pengadaan resmi. Harga tanah ditentukan sebesar Rp6 juta per meter persegi, atau senilai total Rp42,6 miliar, tanpa penilaian dari lembaga appraisal sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

Kejaksaan menemukan bahwa proses negosiasi dilakukan langsung oleh AS dengan HS sejak lahan masih berstatus Petok D. Sertifikat Hak Milik (SHM) baru terbit pada 31 Oktober 2019, sementara uang muka sebesar Rp3,87 miliar telah dibayarkan oleh Polinema pada 30 Desember 2020, sebelum adanya akta jual beli dan surat kuasa penjualan dari para pemilik tanah.

Dokumen-dokumen seperti Surat Keputusan Direktur, berita acara, hingga akta jual beli diduga dibuat dengan tanggal mundur (backdate) untuk mencocokkan proses pembayaran yang sudah dilakukan sebelumnya.

Selain itu, pengadaan lahan tersebut juga tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Malang, karena sebagian besar lahan berada di zona sempadan sungai dan ruang manfaat jalan, sehingga tidak layak untuk pembangunan kampus.

Sampai akhir tahun anggaran 2021, dana yang telah dibayarkan Polinema ke HS mencapai Rp22,6 miliar, namun hak atas tanah belum diperoleh dan belum tercatat sebagai aset negara. Sebagian dana bahkan dititipkan kepada notaris dan internal Polinema untuk pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), padahal menurut undang-undang, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dikecualikan dari kewajiban tersebut.

Akibat perbuatan ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp22,6 miliar.

Kejati Jatim menetapkan AS dan HS sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Kep-80/M.5/Fd.2/06/2025 untuk AS dan Kep-81/M.5/Fd.2/06/2025 untuk HS. Keduanya langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai Rabu (11/6), sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-8477/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama AS dan Print-8499/M.5/Fd.2/06/2025 atas nama HS.

Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pembangunan Gedung Kuliah

Papan nama proyek

Hasil penelusuran Wartawan Media Cetak & Online TEROPONG dan Tabloid Panggung Modus Operandi di lapangan (23/4/2020), pada tahun anggaran (TA) 2020 lalu, Balai Prasarana Permukiman Jawa Timur, Satuan Kerja Pelaksanaan Prasarana Permukiman Wilayah I Provinsi Jawa Timur, melakukan pekerjaan konstruksi / Proyek Pembangunan Gedung Kuliah, Laboratorium Dan Bengkel Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang. Sumber dana APBN TA 2020, dengan nilai kontrak Rp.136.220.067.700,-, dengan nomor kontrak: 04/FSK/Cb.16/Satker I/PPK PSP.POP/2020. Tanggal Kontrak 17 Februari 2020.

Diduga pengadaan tanah tersebut untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Proyek Pembangunan Gedung Kuliah, Laboratorium Dan Bengkel Jurusan Teknik Mesin,red). (penkum/red)

You may also like

Leave a Comment

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.