SUMENEP, TEROPONG – Siapa yang tidak suka sate, apalagi ditambah dengan gule. Akan tetapi gule dan sate yang satu ini memang tidak sama dengan yang dijual oleh para kuliner di Madura.
Seperti yang dijual oleh “Sateku Guleku” ini jelas tidak sama, hal ini terbukti sejak didirikan pada tahun 1983 hingga saat ini masi tetap eksis, bahkan terlihat para pengunjung lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini setelah diteruskan oleh putra satu-satunya sebut saja Badrus Sholeh bersama istrinya Umi Sholekah bisa mengembangkan dengan macam-macam masakan yang juga ciri khas orang Madura, khususnya masyarakat Kab. Sumenep.
Depot Sateku Guleku yang berlokasi di Jalan Trunojoyo. walaupun terlihat depot ini tak seperti depot-depot yang lain yang mempunyai tempat cukup mewah, akan tetapi itu tidak begitu penting, yang penting rasanya tidak mengecewakan konsumen. Hal ini terbukti yang berkunjung di depot ini terlihat tak hanya masyarakat biasa, bahkan pejabatpun sering kali mencicipi masakan Sateku Guleku.
Disamping itu, depot sateku guleku ini juga menjual nasi selamatan, sebagaimana biasanya orang sumenep setiap kelahiran setelah dapat 40 hari ada selamatan berupa nasi kata orang Madura (Molangngare) hingga nasi tumpeng itupun kalau ada orang yang pesan.
Dalam kesibukannya, Badrus Sholeh (40) yang didampingi istrinya Umi Sholikah (45) ketika bincang-bincang dengan wartawan Suratkabar Nasional TEROPONG, Senin (2/1) menceritakan panjang lebar terkait dirinya meneruskan usaha orang tuanya Ach, Marsuki dan Djainatus Sahra yang kini telah meninggal dunia sejak tahun 2015.
Mereka berdua mendapat amanah dari orang tuanya untuk meneruskan dan mengelola depot sateku guleku, dan kalau bisa dikembangkan. Menurut Badrus Sholeh ketika mendirikan depot ini dirinya mengaku masih berusia satu tahun, ungkapnya.
Lanjut dia, depot sateku guleku didirikan sejak tahun 1983. Bapak dan ibu saya oleh mbah diberi sebidang tanah hibah kala itu masih lahan kosong dan kebetulan ada dipinggir jalan raya tepatnya jalan Trunojoyo Desa Kolor Kecamatan Kota Sumenep. Sehingga lahan tersebut oleh bapak saya Ach. Marsuki (almarhum) dan ibu saya Djainatus Sahra juga almarhum, kala itu dibangunlah warung sederhana dengan bangunan dari bambu.
Alhamdulillah berkat jiwa besar bapak saya dipilihlah dengan menu makanan sate gule dengan masakan khas sumenep. Sebagaimana biasanya masakan ini untuk digunakan waktu ada acara akat nekah, ucapnya.
Badrus Sholeh menambahkan, warung ini bukan masakan seperti warung biasa, kata orang sekarang warteg. Padahal pada saat ini lokasi ini dekat dengan terminal yang setiap hari banyak sopir mangkal didepan warung.
Alhamdulillah setelah berjalan enam tahun kemudian, kala itu saya mau masuk Sekolah Dasar (SD), warung ini oleh bapak saya direnovasi lahannya ditinggikan dan dibangun bangunan tembok.
Namun menjelang beberapa bulan kemudian, bapak saya sakit keras, padahal bangunan tersebut masih belum selesai dibangun, hanya selesai hingga tutup genteng. Setelah dua bulan kemudian bapak saya meninggal dunia, ujarnya. Sehubungan saya hanya anak satu-satunya, tidak mempunyai saudara, sehingga sejak tahun 1989, hanya tinggal berduaan dengan ibu saya. Akan tetapi walaupun ibu saya ditinggal berdua dengan saya, tidak patah semangat ibu yang berjuang sendirian yang membesarkan dan menyekolahkan saya sambil jualan sate gule higga tahun 2001 hingga saya lulus sekolah.
Dia juga mencerikan, bahwa dirinya sempat merantau ke Surabaya, kala itu sempat bekerja di PT. PAL. Ibu saya sempat dibantu oleh saudara tetap membuka warung ini. Setelah bekerja di PT. PAL pada tahun 2006, saya sempat diberangkatkan ke Jepang oleh Perusahaan selama tiga tahun hingga tahun 2009. Setelah pulang dari Jepang tepatnya pada tahun 2010, Badrus mengaku memilih menikah dengan orang Ponorogo bernama Umi Solikhah, cetusnya.
Ditambahkan Badrus Sholeh, setelah menikah, mereka memutuskan harus kembali lagi ke Sumenep. Sambil memboyong istri saya yang tujuannya untuk membantu ibu disini fokus di warung sateku guliku. Yang terpenting saya mempunyai pengalaman kerja walaupun kerja di perusahaan.
Setelah jelang lima tahun, saya membantu ibu tepatnya tahun 2015, ibu saya meninggal dunia. Sehingga sejak tahun itu saya bersama istri yang mengelola warung yang sekarang dirubah depot sateku guleku, tambahnya.
Ditambahkan oleh istri Badrus Sholeh, Umi Sholikah, dia mengatakan, sejak dirinya mengelola depot ini sempat merembuk dengan suami untuk menambah menu sambil menerima pesanan mulai dari nasi molangare hingga pesanan nasi tumpeng. Alahamdulillah banyak pejabat-pejabat setiap ada kegiatan apapun pesan ke depot saya. Dan nasi tumpeng tersebut memang sengaja dibedakan dengan nasi tumpeng sebagaimana biasanya, sehingga banyak orang yang merasa puas dan senang karena nasi tumpeng tersebut dihiasi bermacam-macang ikan, ujarnya. (gaffar, anton)